Senin, 06 Mei 2013

MAKALAH KU

PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA DAN LANSIA


Makalah ini Disajikan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama

Dosen Pembimbing:
MUHAMMAD SHALEH, S.Ag











Disusun Oleh:
Kelompok
1.      Hj. MARDIAH                       2011110398
2.      M. YUNUS                              2011110405


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
2012/2013

KATA PENGANTAR


          Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah Psikologi Agama dengan judul “Perkembangan Agama pada Masa Dewasa dan Lansia”
         
          Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak Muhammad Shaleh, S.Ag selaku dosen pembimbing, karena telah memberi bimbing kepada penulis, dan juga teman-teman yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

          Makalah ini terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil, oleh karenanya pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

          Kami menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dan belum sempurnanya apa yang kami sampaikan, sehingga apabila ada kekurangan dalam penulisan serta isi/materi, kami mohon saran dan kritiknya secara langsung maupun tidak langsung, untuk kesempurnaan penulisan makalah ini.

Kandangan,  Maret 2013


Penulis




i
 
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.    Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................. 2

BAB II PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA
DAN LANSIA....................................................................................... 3
A.    Pengertian Dewasa............................................................................ 3
B.     Karakteristik Sikap Keberagamaan pada Masa Dewasa................... 4
C.     Masalah Masalah Keberagamaan pada Masa Dewasa...................... 5
D.    Sikap Keberagamaan pada Masa Dewasa......................................... 5
E.     Pengertian Lansia.............................................................................. 6
F.      Ciri-Ciri Lansia.................................................................................. 7
G.    Perkembangan Agama pada Lansia.................................................. 7
H.    Ciri-Ciri Keagamaan pada Lansia..................................................... 9
I.       Kematangan Agama pada Lansia...................................................... 9
J.       Perlakuan terhadap Lansia menurut Konsep Islami........................ 10

BAB III PENUTUP........................................................................................ 13
A.    Simpulan.......................................................................................... 13
B.     Saran................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA



ii
 
BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan.
            Selanjutnya manusia juga disebut makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negative bagi perkembangan manusia.
            Perkembangan yang negatif tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk dan tingkah laku menyimpang ini terihat dalam kaitannya dengan kegagalannya manusia untuk memenuhi kebutuhan, baik bersifat fisik maupun psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam mempelajari perkembangan jiwa keagamaan perlu dilihat terlebih dahulu kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab pemenuhan kebutuhan yang kurang seimbang  antara kebutuhan jasmani dan rohani akan menyebabkan timbulnya ketimpangan dalam perkembangan.
1
            Para ahli psikologi perkembangan membagi-bagi perkembangan manusia berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara garis besarnya periode perkembangan itu dibagi menjadi: 1) masa prenatal; 2) masa bayi; 3) masa kanak-kanak; 4) masa pra
2
pubertas; 5) masa pubertas; 6) masa dewasa; 7) masa usia lanjut, yang pada setiap tahap perkembangannya memiliki ciri-ciri tersendiri termasuk perkembangan jiwa keagamaan.
            Sehubungan dengan kebutuhan manusia dari periode perkembangan tersebut, maka dalam kaitanna dengan perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana pengaruh timbal balik antara keduanya. Dengan demikian, perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat dari tingkat usia.

B.     Rumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas, rumusan masalah makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian dewasa?
2.      Bagaimana karakteristik sikap keberagamaan pada masa dewasa?
3.      Masalah-masalah keberagamaan apa saja pada masa dewasa?
4.      Bagaimana sikap keberagamaan pada masa dewasa?
5.      Apa pengertian lansia?
6.      Apa ciri-ciri lansia?
7.      Bagaimana perkembangan agama pada lansia?
8.      Bagaimana ciri-ciri keagamaan pada lansia?
9.      Bagaimana kematangan beragama pada lansia?
10.  Bagaimana cara perlakuan terhadap lansia menurut konsep Islami?












BAB II
PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA DAN LANSIA (LANJUT USIA)



A.    Pengertian Dewasa
            Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.[1] Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
            Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:[2]
1.       Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
2.       Masa dewasa madya (middle adulthood)
3
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
3.      
4
Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.

B.     Karakteristik Sikap Keberagamaan pada Masa Dewasa
            Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri sebagai berikut:[3]
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.      Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.      Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.

C.     
D.   
5
Masalah-Masalah Keberagamaan pada Masa Dewasa
            Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut;
1.         Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
2.         Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
3.         Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.

E.     Sikap Keberagamaan pada Masa Dewasa
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.      Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.     
6
Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan berkembang.

F.     Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
            Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan dikenal sebagai “senescence” yaitu masa proses menjadi tua. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari pada periode terdahulu.[4]
            Didalam “gerontology” (ilmu yang mempelajari lanjut usia) lanjut usia dibagi menjadi dua golongan, yaitu “young old” (65-74) dan “old-old” (diatas 75 tahun). Dari kesehatan mereka dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok “well old” (mereka yang sehat dan tidak sakit apa-apa) dan “sick old” (mereka yang menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris). Kebutuhan akan kesehatan bagi kelompok “sick old” ini semakin besar, sehingga didunia kedokteran berkembang spesialisasi yang dinamakan “geriatry” baik dari aspek medis (fisik) maupun kejiwaan (psikiatris).[5]
            Erik Erikson menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) berada pada tahapan terakhir dari tahapan siklus. Menurut Ericson lanjut usia digambarkan sebagai konflik antara integritas (yaitu rasa puas) yang tercermin selama hidup yang tidak berarti.
            Lanjut usia sebenarnya merupakan masa dimana seseorang merasakan kepuasan dari hasil yang diperolehnya, dan menikmati hidup bersama anak dan cucu, merasa bahagia karena telah memberi sesuatu bagi generasi berikutnya. Bagi para lanjut usia hendaknya mampu mengatasi cidera “narcissism” (kecintaan pada diri sendiri), terlebih-lebih manakala mereka kehilangan dukungan atau perhatian dari orang-orang disekitarnya. Apabila pada manula tidak mampu memelihara dan mempertahankan harga dirinya maka akan timbul rasa tegang, cemas, takut, kecewa, sedih, marah, putus asa dan sebagainya.
7
            Terjadi konflik pada manula yaitu dengan pelepasan kedudukan dan otoritasnya, serta penilaian terhadap kemampuan, keberhasilan, kepuasan yang diperoleh sebelumnya.Hal ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.
            Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu:
1.      Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,
2.      Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,
3.      Lanjut usia tua (old) 75 - 90 tahun dan
4.      Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

G.    Ciri Ciri Lansia
            Menurut Hurlock terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu:[6]
1.        Usia lanjut merupakan periode kemunduran.
2.        Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas.
3.        Menua membutuhkan perubahan peran.
4.        Penyesuaian yang buruk pada lansia.

H.    Perkembangan Agama pada Lansia
            Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan-jaringan dan sel-sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini biasanya akan menghadapi berbagai persoalan.
            Persoalan awal dapat digambarkan sebagai berikut:
8
Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan fisik à aktivitas menurun à sering mengalami gangguan kesehatan à mereka cenderung kehilangan semangat.[7]
            Kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat. Dari sebuah penelitian dengan sample 1.200 orang berusia antara 60-100 tahun menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat.  Sementara pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100% setelah usia 90 tahun.
            Ada beberapa pandangan yang menyatakan hal-hal yang menentukan sikap keagamaan pada manusia di usia lanjut, diantaranya sebagai berikut:
1.      Seringkali kecenderungan meningkatnya kegairahan dalam bidang keagamaan ini dihubungkan dengan penurunan kegairahan seksual. Menurut pendapat ini manusia usia lanjut mengalami frustasi dalam bidang seksual sejalan dengan penurunan kemampuan fisik. Frustasi semacam ini dinilai sebagai satu-satunya faktor yang membentuk sikap keagamaan. Pendapat ini disanggah oleh Thouless, yang beranggapan bahwa pendapat tersebut terlalu dilebih-lebihkan.[8]
2.      Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia lanjut, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir. Pendapat tersebut diatas sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan manusia usia lanjut yang semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal hidup di akhirat kelak.
3.      Dalam penelitian lain menyatakan bahwa yang menentukan sikap keagamaan di usia lanjut diantaranya adalah depersonalisasi. Penelitian ini diantaranya dilakukan oleh M. Argyle dan Elle A. Cohen.[9]


I.      
9
Ciri-Ciri Keagamaan pada Lansia
            Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan diusia lanjut adalah:
1.      Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
2.      Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3.      Mulai muncul pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.
4.      Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur.
5.      Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
6.      Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).[10]

J.      Kematangan Agama pada Lansia
            Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukakan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.[11] Seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang teguh paham keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggung jawab, melainkan kadang-kadang dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab,bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.
            Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, sebab perkembangan kepada kematangan beragam tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan:[12]
1.     
10
Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini merupakan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya, akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, penuh keyakinan dan argumentative, walaupun apa yang harus dilakukan itu berbeda dengan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat mereka.
2.      Faktor luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada. Faktor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima. Kultur masyarakat yang dikuasai tradisi tertentu dan berjalan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, kadang-kadang terasa oleh sebagian orang sebagai suatu belenggu yang tidak pernah selesai. Seringkali tradisi tersebut tidak diketahui dari mana asal-usul dan sebab musababnya, mulai kapan ada dan bagaimana ceritanya.

K.    Perlakuan terhadap Lansia menurut Konsep Islami.
            Menurut Lita L Atkison, sebagian besar orang-orang yang berusia lanjut (usia 70-79th) menyatakan tidak merasa dalam keterasingan dan masih menunjukkan aktifitas yang positif. Tetapi perasaan itu muncul setelah mereka memperoleh bimbingan semacam terapi psikologi.
11
            Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah baya, arah perhatian mereka mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka pada peralihan ke usia ini, perhatian mereka tertuju kepada upaya menemukan ketenangan bathin. Sejalan dengan perubahan itu maka masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka.
            Perubahan orientasi ini diantaranya disebabakan oleh psikologis. Disatu pihak kemampuan fisik pada usia lanjut sedang mengalami penurunan. Sebaliknya dipiahak lain memiliki khasanah pengalaman yang kaya. Kejayaan mereka dimasa lalu yang pernah diperoleh sedang tidak lagi memperoleh perhatian karena secara fisik mereka dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan kegelisahan-kegelisahan bathin.
            Apabila gejolak-gejolak tidak dapat dibendung lagi maka muncul gangguan kejiwaan, seperti stress, putus asa, ataupun pengasingan diri dari pergaulan sebagai wujud rasa rendah diri. Dalam kasus-kasus seperti ini umumnya dapat difungsikan dan diperankan sebagai penyelamat. Sebab melalui ajaran pengalaman agama, manusia usia lanjut merasa memperoleh tempat bergantung. Fenomena adanya para pejabat pensiunan seperti ini sudah jamak terlihat diakhir-akhir ini. Sebagai dalam memberi perlakuan yang baik pada kedua orang tua Allah menyatakan dalam Surat (QS 17: 23):

* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
Artinya:
jika seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemiliharaanmu, maka jangan sekali-sekali kamu mengatakan pada keduanya perkataan ah dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS Al Isra (17): 23)[13]
12
Perlakuan kepada kedua orang tua dengan baik dikaitkan sebagai kewajiban agama. Menurut Ibnu Abbas, Rasulullah pernah mengatakan:
Barang siapa membuat ridha kedua orang tuanya di waktu pagi dan sore, maka ia pun mendapat dua pintu syurga yang terbuka, dan jika membuat ridha salah-satu diantaranya maka akan terbuka satu pintu syurga. Barangsiapa di waktu sore dan pagi membuat marah kedua orang tuanya, maka ia mendapat dua pintu neraka yang terbuka. Jika membuat marah salah-satu diantaranya, maka terbuka untuknya satu pintu neraka”. (Thoha Abdullah Al-Afifi, 1987:53).[14]
            Bahkan ketika mendengar seorang tua mengadukan kekikiran anaknya hingga sampai hati mengadukan bahwa ayahnya mengambil harta miliknya, maka rasul pun bersabda: “engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”. (Thoha Abdullah Al-Afifi, 1987, 54-55).














BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
            Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.
            Usia lanjut adalah usia dimana seseorang akan mengalami kemunduran fisik dan mental yang terjadi secara perlahan dan bertahap dan dikenal sebagai “senescence” yaitu masa proses menjadi tua. Adapun secara umum mengatakan bahwa usia lanjut ini dimulai pada usia 65 tahun. Dalam perkembangan usia lanjut ini akan terjadi penurunan kemampuan fisik yang menyebabkan aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan hingga  mereka akan cenderung kehilangan semangat.
            Adapun ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut diantaranya, Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan, Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan, Mulai muncul pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh, Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur, Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.

B.     Saran
13
            Dengan mengetahui perkembangan agama pada mada dewasa dan lansia ini, kita bisa memahami dan mengerti akan keberadaan orang-orang dewasa dan lansia yang dimana mereka tentu sangat perlu membutuhkan peran dari kita selaku sorang anaknya yang akan menjaganya. Dan mungkin bisa jadi pelajaran bagi kita di kelak nanti ketika kita sudah memasuki masa dewasa dan lansia.
DAFTAR PUSTAKA



Ansari, Hafi. Dasar Dasar Ilmu Jiwa Agama. Surabaya: Usaha Nasional. 1991
Hidayati, Heni Narendrany. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2007
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. 1992
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004
Tim Al-Mizan. Al Qur’an dan Terjemah Edisi Ilmu Pengetahuan. Bandung: Al-Mizan Publishing House. 2011. Cet.10
Thouless, Robert H. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995




       [1] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.105
       [2] Sururin, M.Ag, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.83
       [3] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Op.Cit., h.107-108
       [4] Heni Narendrany Hidayati, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.133
       [5] Ibid., h.134
       [6] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1992), h.12
       [7] Sururin, Op.Cit., h.88
       [8] Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.35
       [9] Sururin, Op.Cit., h.89-90
       [10] Ibid., h.90
       [11] Hafi Ansari, Dasar Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), h.94
       [12] Sururin, Op.Cit., h.92-97
       [13] Tim Al-Mizan, Al Qur’an dan Terjemah Edisi Ilmu Pengetahuan,(Bandung: Al-Mizan Publishing House, 2011), Cet.10, h.285
       [14] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Op.Cit., h.117-121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar