PERKEMBANGAN
AGAMA PADA MASA DEWASA DAN LANSIA
Makalah ini Disajikan Untuk
Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Psikologi
Agama
Dosen Pembimbing:
MUHAMMAD
SHALEH, S.Ag
Disusun Oleh:
Kelompok
1.
Hj. MARDIAH 2011110398
2.
M. YUNUS 2011110405
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL
ULUM KANDANGAN
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah Psikologi Agama dengan
judul “Perkembangan Agama pada Masa Dewasa dan Lansia”
Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak Muhammad Shaleh, S.Ag selaku dosen
pembimbing, karena telah memberi bimbing kepada penulis, dan juga teman-teman
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Makalah ini
terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun
materiil, oleh karenanya pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa
masih banyak kekurangan dan belum sempurnanya apa yang kami sampaikan, sehingga
apabila ada kekurangan dalam penulisan serta isi/materi, kami mohon saran dan
kritiknya secara langsung maupun tidak langsung, untuk kesempurnaan penulisan
makalah ini.
Kandangan,
Maret 2013
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.
Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 2
BAB II PERKEMBANGAN AGAMA
PADA MASA DEWASA
DAN LANSIA....................................................................................... 3
A. Pengertian Dewasa............................................................................ 3
B. Karakteristik Sikap Keberagamaan pada Masa Dewasa................... 4
C. Masalah Masalah Keberagamaan pada Masa Dewasa...................... 5
D. Sikap Keberagamaan pada Masa Dewasa......................................... 5
E. Pengertian Lansia.............................................................................. 6
F. Ciri-Ciri Lansia.................................................................................. 7
G. Perkembangan Agama pada Lansia.................................................. 7
H. Ciri-Ciri Keagamaan pada Lansia..................................................... 9
I. Kematangan Agama pada Lansia...................................................... 9
J. Perlakuan terhadap Lansia menurut Konsep Islami........................ 10
BAB III PENUTUP........................................................................................ 13
A. Simpulan.......................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang
eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia
memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis.
Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan
sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan.
Selanjutnya manusia juga disebut
makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang
secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan dimaksud
antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan
dan pengarahan yang diberikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya
diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan
sebagai potensi bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan
potensi yang dimiliki akan berdampak negative bagi perkembangan manusia.
Perkembangan yang negatif tersebut
akan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk dan
tingkah laku menyimpang ini terihat dalam kaitannya dengan kegagalannya manusia
untuk memenuhi kebutuhan, baik bersifat fisik maupun psikis. Sehubungan dengan
hal itu, maka dalam mempelajari perkembangan jiwa keagamaan perlu dilihat
terlebih dahulu kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab
pemenuhan kebutuhan yang kurang seimbang antara kebutuhan jasmani dan
rohani akan menyebabkan timbulnya ketimpangan dalam perkembangan.
1
|
2
|
Sehubungan dengan kebutuhan manusia
dari periode perkembangan tersebut, maka dalam kaitanna dengan perkembangan
jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana pengaruh timbal balik antara keduanya.
Dengan demikian, perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat dari tingkat usia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan
masalah makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian dewasa?
2.
Bagaimana karakteristik sikap keberagamaan pada
masa dewasa?
3.
Masalah-masalah keberagamaan apa saja pada masa
dewasa?
4.
Bagaimana sikap keberagamaan pada masa dewasa?
5.
Apa pengertian lansia?
6.
Apa ciri-ciri lansia?
7.
Bagaimana perkembangan agama pada lansia?
8.
Bagaimana ciri-ciri keagamaan pada lansia?
9.
Bagaimana kematangan beragama pada lansia?
10. Bagaimana
cara perlakuan terhadap lansia menurut konsep Islami?
BAB II
PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA
DEWASA DAN LANSIA (LANJUT USIA)
A. Pengertian Dewasa
Saat telah menginjak usia dewasa
terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,”
menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta
sudah menyadari makna hidup.[1]
Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha
untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa
dewasa menjadi tiga bagian:[2]
1.
Masa dewasa awal (masa dewasa
dini/young adult)
Masa
dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu
masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial,
priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan
penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun
sampai 40 tahun.
2.
Masa dewasa madya (middle
adulthood)
3
|
3.
4
|
Usia
lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai
dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan
yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
B. Karakteristik Sikap
Keberagamaan pada Masa Dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan
usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri
sebagai berikut:[3]
1.
Menerima kebenaran agama
berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.
Cenderung bersifat realitas,
sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah
laku.
3.
Bersikap positif terhadap
ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam
pemahaman keagamaan.
4.
Tingkat ketaatan beragama
didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan
merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.
Bersikap lebih terbuaka dan
wawasan yang lebih luas.
6.
Bersikap lebih kritis terhadap
materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan
pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.
Sikap keberagamaan cenderung
mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya
pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama
yang diyakininya.
8.
Terlihat adanya hubungan antar
sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap
kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
C.
D.
5
|
Seorang ahli psikologi Lewis Sherril,
membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut;
1.
Masa dewasa awal, masalah yang
dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan
berbagai kemungkinan pilihan.
2.
Masa dewasa tengah, masalah sentaral
pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat
menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
3.
Masa dewasa akhir, ciri
utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama.
Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh
berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.
E. Sikap Keberagamaan pada
Masa Dewasa
1.
Menerima kebenaran agama
berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.
Cenderung bersifat realis,
sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah
laku.
3.
Bersikap positif terhadap
ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam
pemahaman keagamaan.
4.
Tingkat ketaatan beragama
didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan
merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.
Bersikap lebih terbuka dan
wawasan yang lebih luas.
6.
Bersikap lebih kritis terhadap
materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas
pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.
Sikap keberagamaan cenderung
mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya
pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama
yang diyakininya.
8.
6
|
F. Pengertian Lanjut Usia
(Lansia)
Periode selama usia lanjut, ketika
kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan dikenal
sebagai “senescence” yaitu masa proses menjadi tua. Usia tua adalah periode
penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang
telah beranjak jauh dari pada periode terdahulu.[4]
Didalam “gerontology” (ilmu yang
mempelajari lanjut usia) lanjut usia dibagi menjadi dua golongan, yaitu “young
old” (65-74) dan “old-old” (diatas 75 tahun). Dari kesehatan mereka dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok “well old” (mereka yang sehat dan tidak
sakit apa-apa) dan “sick old” (mereka yang menderita penyakit dan memerlukan
pertolongan medis dan psikiatris). Kebutuhan akan kesehatan bagi kelompok “sick
old” ini semakin besar, sehingga didunia kedokteran berkembang spesialisasi
yang dinamakan “geriatry” baik dari aspek medis (fisik) maupun kejiwaan
(psikiatris).[5]
Erik Erikson menyatakan bahwa
manusia lanjut usia (manula) berada pada tahapan terakhir dari tahapan siklus.
Menurut Ericson lanjut usia digambarkan sebagai konflik antara integritas
(yaitu rasa puas) yang tercermin selama hidup yang tidak berarti.
Lanjut usia sebenarnya merupakan
masa dimana seseorang merasakan kepuasan dari hasil yang diperolehnya, dan
menikmati hidup bersama anak dan cucu, merasa bahagia karena telah memberi
sesuatu bagi generasi berikutnya. Bagi para lanjut usia hendaknya mampu
mengatasi cidera “narcissism” (kecintaan pada diri sendiri), terlebih-lebih
manakala mereka kehilangan dukungan atau perhatian dari orang-orang
disekitarnya. Apabila pada manula tidak mampu memelihara dan mempertahankan
harga dirinya maka akan timbul rasa tegang, cemas, takut, kecewa, sedih, marah,
putus asa dan sebagainya.
7
|
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan
65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara
nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi
berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu:
1.
Usia pertengahan (middle age)
45 -59 tahun,
2.
Lanjut usia (elderly) 60 -74
tahun,
3.
Lanjut usia tua (old) 75 - 90
tahun dan
4.
Usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun.
G. Ciri Ciri Lansia
Menurut Hurlock terdapat beberapa
ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu:[6]
1.
Usia lanjut merupakan periode
kemunduran.
2.
Orang lanjut usia memiliki
status kelompok minoritas.
3.
Menua membutuhkan perubahan
peran.
4.
Penyesuaian yang buruk pada
lansia.
H. Perkembangan Agama pada
Lansia
Proses perkembangan manusia setelah
dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan
bertambahnya usia, maka jaringan-jaringan dan sel-sel menjadi tua, sebagian
regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini biasanya dimulai
pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini biasanya akan menghadapi berbagai persoalan.
Persoalan awal dapat digambarkan
sebagai berikut:
8
|
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut
menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat. Dari sebuah
penelitian dengan sample 1.200 orang berusia antara 60-100 tahun menunjukkan
bahwa ada kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin
meningkat. Sementara pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan
akhirat baru muncul sampai 100% setelah usia 90 tahun.
Ada beberapa pandangan yang
menyatakan hal-hal yang menentukan sikap keagamaan pada manusia di usia lanjut,
diantaranya sebagai berikut:
1.
Seringkali kecenderungan meningkatnya
kegairahan dalam bidang keagamaan ini dihubungkan dengan penurunan kegairahan
seksual. Menurut pendapat ini manusia usia lanjut mengalami frustasi dalam
bidang seksual sejalan dengan penurunan kemampuan fisik. Frustasi semacam ini
dinilai sebagai satu-satunya faktor yang membentuk sikap keagamaan. Pendapat
ini disanggah oleh Thouless, yang beranggapan bahwa pendapat tersebut terlalu
dilebih-lebihkan.[8]
2.
Menurut William James, usia
keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia lanjut, ketika
gejolak kehidupan seksual sudah berakhir. Pendapat tersebut diatas sejalan
dengan realitas yang ada dalam kehidupan manusia usia lanjut yang semakin tekun
beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal hidup di akhirat
kelak.
3.
Dalam penelitian lain
menyatakan bahwa yang menentukan sikap keagamaan di usia lanjut diantaranya
adalah depersonalisasi. Penelitian ini diantaranya dilakukan oleh M. Argyle dan
Elle A. Cohen.[9]
I.
9
|
Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan
diusia lanjut adalah:
1.
Kehidupan keagamaan pada usia
lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
2.
Meningkatnya kecenderungan
untuk menerima pendapat keagamaan.
3.
Mulai muncul pengakuan terhadap
realistis tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.
4.
Sikap keagamaan cenderung
mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat
luhur.
5.
Timbul rasa takut kepada
kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
6.
Perasaan takut kepada kematian
ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan
terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).[10]
J. Kematangan Agama pada
Lansia
Kematangan
atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukakan dengan kesadaran
dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan beragama yang dianutnya
dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.[11] Seseorang yang matang
dalam beragama bukan hanya memegang teguh paham keagamaan yang dianutnya dan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggung jawab, melainkan
kadang-kadang dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Jika
kematangan beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah
laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung
jawab,bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.
Dalam
rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat
kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan individu, hal itu
memerlukan waktu, sebab perkembangan kepada kematangan beragam tidak terjadi
secara tiba-tiba. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya
hambatan:[12]
1.
10
|
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi
menjadi dua: kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini merupakan ilmiah
(rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang
yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima
dengan rasionya, akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama
tersebut dengan baik, penuh keyakinan dan argumentative, walaupun apa yang
harus dilakukan itu berbeda dengan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat
mereka.
2.
Faktor luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu
beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan
untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari
apa yang telah ada. Faktor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau
pendidikan yang diterima. Kultur masyarakat yang dikuasai tradisi tertentu dan
berjalan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya,
kadang-kadang terasa oleh sebagian orang sebagai suatu belenggu yang tidak
pernah selesai. Seringkali tradisi tersebut tidak diketahui dari mana asal-usul
dan sebab musababnya, mulai kapan ada dan bagaimana ceritanya.
K. Perlakuan terhadap Lansia
menurut Konsep Islami.
Menurut Lita L Atkison, sebagian
besar orang-orang yang berusia lanjut (usia 70-79th) menyatakan tidak merasa
dalam keterasingan dan masih menunjukkan aktifitas yang positif. Tetapi
perasaan itu muncul setelah mereka memperoleh bimbingan semacam terapi
psikologi.
11
|
Perubahan orientasi ini diantaranya
disebabakan oleh psikologis. Disatu pihak kemampuan fisik pada usia lanjut
sedang mengalami penurunan. Sebaliknya dipiahak lain memiliki khasanah
pengalaman yang kaya. Kejayaan mereka dimasa lalu yang pernah diperoleh sedang
tidak lagi memperoleh perhatian karena secara fisik mereka dinilai sudah lemah.
Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan kegelisahan-kegelisahan bathin.
Apabila gejolak-gejolak tidak dapat
dibendung lagi maka muncul gangguan kejiwaan, seperti stress, putus asa,
ataupun pengasingan diri dari pergaulan sebagai wujud rasa rendah diri. Dalam
kasus-kasus seperti ini umumnya dapat difungsikan dan diperankan sebagai
penyelamat. Sebab melalui ajaran pengalaman agama, manusia usia lanjut merasa
memperoleh tempat bergantung. Fenomena adanya para pejabat pensiunan seperti
ini sudah jamak terlihat diakhir-akhir ini. Sebagai dalam memberi perlakuan
yang baik pada kedua orang tua Allah menyatakan dalam Surat (QS 17: 23):
*
4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4
$¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ
Artinya:
“jika
seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemiliharaanmu, maka jangan sekali-sekali kamu mengatakan pada keduanya
perkataan ah dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.” (QS Al Isra (17): 23)[13]
12
|
“Barang siapa membuat ridha kedua orang
tuanya di waktu pagi dan sore, maka ia pun mendapat dua pintu syurga yang
terbuka, dan jika membuat ridha salah-satu diantaranya maka akan terbuka satu
pintu syurga. Barangsiapa di waktu sore dan pagi membuat marah kedua orang
tuanya, maka ia mendapat dua pintu neraka yang terbuka. Jika membuat marah
salah-satu diantaranya, maka terbuka untuknya satu pintu neraka”. (Thoha
Abdullah Al-Afifi, 1987:53).[14]
Bahkan
ketika mendengar seorang tua mengadukan kekikiran anaknya hingga sampai hati
mengadukan bahwa ayahnya mengambil harta miliknya, maka rasul pun bersabda: “engkau
dan hartamu adalah milik ayahmu”. (Thoha Abdullah Al-Afifi, 1987, 54-55).
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Masa dewasa awal adalah masa
pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan
masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial, priode komitmen dan
masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri
pada pola hidup yang baru.
Usia lanjut adalah usia dimana
seseorang akan mengalami kemunduran fisik dan mental yang terjadi secara
perlahan dan bertahap dan dikenal sebagai “senescence” yaitu masa proses
menjadi tua. Adapun secara umum mengatakan bahwa usia lanjut ini dimulai pada
usia 65 tahun. Dalam perkembangan usia lanjut ini akan terjadi penurunan
kemampuan fisik yang menyebabkan aktivitas menurun, sering mengalami gangguan
kesehatan hingga mereka akan cenderung kehilangan semangat.
Adapun ciri-ciri keagamaan pada usia
lanjut diantaranya, Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat
kemantapan, Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan, Mulai
muncul pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat secara lebih
sungguh-sungguh, Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling
cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur, Timbul rasa takut kepada
kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
B. Saran
13
|
DAFTAR
PUSTAKA
Ansari,
Hafi. Dasar Dasar Ilmu Jiwa Agama. Surabaya: Usaha Nasional. 1991
Hidayati,
Heni Narendrany. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2007
Hurlock,
Elizabeth B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga. 1992
Jalaluddin.
Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007
Sururin.
Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004
Tim
Al-Mizan. Al Qur’an dan Terjemah Edisi Ilmu Pengetahuan. Bandung:
Al-Mizan Publishing House. 2011. Cet.10
Thouless,
Robert H. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar