ISLAM ABANGAN
Makalah ini Disajikan Untuk
Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Pemikiran
Islam Kontemporer
Dosen Pembimbing:
Hj.
HAMIDA OLFAH, M.Pd.I
Disusun Oleh:
KHAIRLIA ATIKAH
2011110401
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL
ULUM KANDANGAN
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah Pemikiran Islam
Kontemporer dengan judul “Islam Abangan”
Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih banyak kepada ibu Hj. Hamida Olfah, M.Pd.I selaku dosen
pembimbing, karena telah memberi bimbing kepada penulis, dan juga teman-teman
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Makalah ini
terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun
materiil, oleh karenanya pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa
masih banyak kekurangan dan belum sempurnanya apa yang kami sampaikan, sehingga
apabila ada kekurangan dalam penulisan serta isi/materi, kami mohon saran dan
kritiknya secara langsung maupun tidak langsung, untuk kesempurnaan penulisan
makalah ini.
Kandangan,
Maret 2013
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.
Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 2
BAB II ISLAM ABANGAN............................................................................ 3
A. Pengertian Islam Abangan................................................................ 3
B. Masuknya Islam di Indonesia........................................................... 4
C. Corak Perkembangan Islam di Indonesia.......................................... 5
BAB III PENUTUP........................................................................................ 10
A. Simpulan.......................................................................................... 10
B. Saran................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak abad ke-1 Hijriah atau abad
ke-7 Masehi, kawasan Asia Tenggara mulai berkenalanan dengan “tradisi” Islam,
meskipun frekuensinya tidak terlalu besar. Pengenalan ini berlangsung sejalan
dengan munculnya para saudagar Muslim di beberapa tempat di Asia Tenggara.
Bukti tertua adanya “komunitas” Muslim di Asia Tenggara adalah dua buah makam
yang bertarikh sekitar abad ke-5 Hijriah/ke-11 Masehi di Pandurangga (kini
Panrang, Viet Nam) dan di Leran (Gresik, Indonesia).
Kehadiran Islam secara lebih nyata
di Indonesia terjadi pada sekitar abad ke-13 Masehi, yaitu dengan adanya makam
dari Sultan Malik as-Saleh yang mangkat pada bulan Ramadhan 696 Hijriah/1297
Masehi. Ini berarti bahwa pada abad ke-13 Masehi di Nusantara sudah ada
institusi kerajaan yang bercorak Islam.
Para saudagar Muslim sudah melakukan
aktivitas dagangnya sejak abad ke-7 Masehi. Beberapa kerajaan Hindu dan Buddha
di Nusantara sudah melakukan hubungan dagang dan diplomatik dengan
kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah. Bukti-bukti arkeologis yang mendukung
ke arah itu ditemukan di Laut Jawa dekat Cirebon. Di antara komoditi
perdagangan yang asalnya dari Timur Tengah ditemukan indikator “keIslaman” yang
berupa sebuah cetakan tangkup (mould) yang bertulisan asma‘ul husnah.
Sejak awal perkembangannya, Islam di
Indonesia telah menerima akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang
banyak memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan
agama-agama lain.
1
|
2
|
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan
masalah makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian Islam Abangan?
2.
Bagaimana masuknya Islam di Indonesia?
3.
Bagaimana corak perkembangan Islam di
Indonesia?
BAB II
ISLAM ABANGAN
A. Pengertian Islam Abangan
Abangan dianggap lebih cenderung
mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat daripada hukum Islam murni
(syariah). Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi Hindu,
Buddha, dan animisme. [1]
Secara geografis, abangan adalah
sebutan untuk rakyat desa, para petani, yang hidup dalam wilayah pedalaman.
Abangan inilah, yang oleh Geertz disebut sebagai Islam sinkretisme. Karena
kaitannya dengan pengamalan agama, masyarakat pedalaman menghayati agama secara
sinkretistik dimana Islam telah bercampur baur dengan unsur animisme dan
Hinduisme.
”Allah” dilihat hanya sebagai salah
satu pilihan. Ia dapat dibandingkan dengan Raja. Keduanya praktis sejajar.
Bersamaan dengan itu, ”Allah” juga tak dianggap punya daya imbau yang
universal.
Balasan
Allah bagi orang-orang Islam Abangan menurut QS Luqman: 21: [2]
#sÎ)ur @Ï% ãNßgs9 (#qãèÎ7®?$# !$tB tAtRr& ª!$# (#qä9$s% ö@t/ ßìÎ7®KtR $tB $tRôy`ur Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 4 öqs9urr& tb%2 ß`»sÜø¤±9$# öNèdqããôt 4n<Î) É>#xtã ÎÏè¡¡9$# ÇËÊÈ
Artinya:
3
|
B.
4
|
Islam
masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau abad ke tujuh/ke delapan
masehi. Ini mungkin didasarkan pada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah
yang bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat Surabaya yang bertahun 475 H
atau 1082 M. Sedangkan menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang
mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalanannya ke Negeri Cina pada 1345M, Agama Islam
yang bermadzhab Syafi’I telah mantap disana selama seabad. Oleh karena itu,
abad XIII biasanya dianggap sebagai masa awal masuknya agama Islam ke
Indonesia.
Adapun daerah pertama yang
dikunjungi adalah pesisir Utara pulau Sumatera. Mereka membentuk masyarakat Islam
pertama di Peureulak Aceh Timur yang kemudian meluas sampai bisa mendirikan
kerajaan Islam pertama di Samudera pasai, Aceh Utara.
Sekitar permulaan abad XV, Islam
telah memperkuat kedudukannya di Malaka, pusat rute perdagangan Asia Tenggara
yang kemudian melebarkan sayapnya ke wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Pada
permulaan abad tersebut, Islam sudah bisa menjejakkan kakinya ke Maluku, dan
yang terpenting ke beberapa kota perdagangan di Pesisir Utara Pulau Jawa yang
selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Majapahit.
Dalam waktu ya ng tidak terlalu lama yakni permulaan abad XVII, dengan masuk Islamnya
penguasa kerajaan Mataram yaitu Sulthan Agung, kemenangan agama tersebut hampir
meliputi sebagian besar wilayah Indonesia.
Berbeda dengan masuknya Islam ke
Negara-negara di bagian dunia lainnya yakni dengan kekuatan militer, masuknya Islam
ke Indonesia itu dengan cara damai disertai dengan jiwa toleransi dan saling
menghargai antara penyebar dan pemeluk agama baru dengan penganut-penganut
agama lama (Hindu-Budha). Ia dibawa oleh pedagang-pedagang Arab dan Ghujarat di
India yang tertarik dengan rempah-rempah. Masuknya Islam melalui India ini
menurut sebagian pengamat, mengakibatkan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia
ini bukan Islam yang murni dari pusatnya di Timur Tengah, tetapi Islam yang
sudah banyak dipengaruhi paham mistik, sehingga banyak kejanggalan dalam
pelaksanannnya.
5
|
Akan tetapi, sejak pertengahan abad
XIX, agama Islam Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya
yang sinkretik setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan
Mekkah dengan cara melakukan ibadah haji. Apalagi setelah transportasi laut
yang makin membaik, semakin banyaklah orang Indonesia yang melakukan ibadah
haji bahkan sebagian mereka ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya untuk
mempelajari ajaran Islam dari pusatnya, dan ketika kembali ke Indonesia mereka
menjadi penyebar aliran Islam yang ortodoks.[3]
C. Corak Perkembangan Islam
di Indonesia
1. Masa
Kesulthanan
Di daerah-daerah yang sedikit sekali
di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan
Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam
mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga
di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan di dalam bentuk
yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk
Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja
menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya
mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam.
Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan
adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam
bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengodifikasian
hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum Islam yang dinamakan
Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan
mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau
perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa.
Tercatat dalam sejarah Banjar, di
berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang
kedapatan berbuat zina.
6
|
Untuk memacu penyabaran agama Islam,
didirikan sebuah organisasi yang Bayangkare Islah (pengawal usaha kebaikan).
Itulah organisasi pertama yang menjalankan program secara sistematis sebagai
berikut:
a. Pulau
Jawa dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah kerja para wali.
b. Guna
memadu penyebaran agama Islam, hendaklah di usahakan agar Islam dan tradisi
Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya.
c. Hendaklah
di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran
tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam.
Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah
kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan
ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah
kekuasaannya. Ini seperti ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika
Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram
ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya.
Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan
istilah-istilah keIslaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti
sebenarnya.
2.
7
|
Ditengah-tengah proses transformasi
sosial yang relative damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu
portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah
menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan
Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke
Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan
rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan
menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck
Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah
Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di
Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di
Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal
dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam
dalam tiga kategori, yaitu:
a.
Bidang agama murni atau ibadah;
b.
Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c.
Politik.
Terhadap bidang agama murni,
pemerintah colonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan
ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah
memamfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah
teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang
maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan
alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.
Sedangkan dalam bidang politik,
pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an
maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.[4]
3.
8
|
Akibat dari “resep politik Islam”-nya
Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang
jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia
Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan
dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Untuk sementara pihak pemerintah
colonial berhasil mencapai sasarannya, yakni beberapa golongan Islam dapat di
pecah-belah, perlawanan dapat dipatahkan dengan kekerasan senjata, sebagian
besar golongan Islam yang di pedalaman dapat terus diisolasi dalam alam
ketakhayulan dan kemusyrikan, dan sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian
colonial rendahan.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya
terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut,
orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan
fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir
kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik
bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi,
dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di
Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah
perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang
sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi
Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima
dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai
politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri
dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan
lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme
Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak
itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
9
|
a.
Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang
menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
b.
Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura
Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
c.
Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah),
semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh
Zainul Arifin.[5]
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Abangan
dianggap lebih cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat
daripada hukum Islam murni (syariah). Dalam sistem kepercayaan tersebut
terdapat tradisi-tradisi Hindu, Buddha, dan animisme. Secara geografis, abangan adalah sebutan untuk rakyat desa, para
petani, yang hidup dalam wilayah pedalaman. Abangan inilah, yang oleh Geertz
disebut sebagai Islam sinkretisme. Karena kaitannya dengan pengamalan agama,
masyarakat pedalaman menghayati agama secara sinkretistik dimana Islam telah
bercampur baur dengan unsur animisme dan Hinduisme
B. Saran
Dengan mengetahui Islam abangan
dapat menambah wawasan kita mengenai aliran Islam yang berkembang di pulau
Jawa. Dimana aliran ini merupakan penggabungan antara aliran yang sudah ada
dengan ajaran Islam yang baru masuk ke nusantara. Dengan begitu kita bisa tahu
letak perbedaan antara Islam murni dengan Islam abangan.
10
|
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya Edisi Revisi. Surabaya: CV Pustaka
Agung Harapan. 2006
Geertz,
Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. The
Religion of Java. Jakarta: Pustaka Jaya. 1981
Murodi.
Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT Karya Toha Putra. 1994
Suminto,
Aqid. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: Pustaka LP3ES. tt
Thohir,
Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2004